Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak dan sering membuat orangtua bingung. Tak jarang dokter dengan gampang menyarankan operasi pengangkatan amandel, padahal sebetulnya si anak cukup diobati infeksinya saja. Sebaliknya, kadang orangtua bersikukuh tidak mau amandel anaknya dioperasi. Padahal, jika tidak diangkat, amandel itu malah akan jadi sumber penyakit.
Dalam bahasa medis amandel disebut tonsil. Ia merupakan salah satu benteng pertahanan tubuh manusia, terutama ketika masih kanak-kanak. Pada usia itu, daya tahan tubuh masih lemah. Organ yang jumlahnya sepasang ini berada di rongga tenggorok, di kiri dan kanan belakang rongga mulut. Organ ini berada di garda paling depan, tugasnya menangkal kuman yang masuk dari mulut.
Selain amandel, di rongga tenggorok masih ada lagi benteng pertahanan tubuh, namanya adenoid. Letaknya di langit-langit atas rongga tenggorok, dekat saluran ke hidung. Fungsinya serupa dengan amandel, sebagai penangkal kuman yang masuk dari udara yang masuk ke saluran napas.
Dalam kedaan normal, sebetulnya di rongga mulut dan tenggorok terdapat banyak sekali kuman. Tapi kuman-kuman itu tidak sampai membuat si anak sakit asalkan daya tahan tubuhnya dalam kondisi baik. Ketika daya tahan tubuh menurun, kuman-kuman itu bisa menjadi ganas dan menyebabkan infeksi. Karena daya tahan tubuh anak-anak belum sekuat orang dewasa, mereka lebih mudah kena infeksi.
Saat terkena infeksi, amandel ini akan meradang. Jika si anak disuruh membuka mulutnya lebar-lebar, akan kelihatan amandelnya bengkak, warnanya memerah. Radang ini disertai dengan demam dan rasa nyeri di tenggorok, terutama saat menelan makanan.
Menurut panduan kesehatan Mayo Clinic, radang amandel paling banyak disebabkan oleh virus. Urutan kedua, bakteri. Dari deretan bakteri, yang paling sering menyebabkan infeksi adalah Streptococcus beta-haemolyticus grup A. Jika biang keladinya virus, pasien cukup memerlukan obat pereda nyeri, penurun panas, dan perawatan rumah. Infeksi akan sembuh dengan sendirinya setelah daya tahan tubuhnya membaik.
Tapi jika infeksi disebabkan oleh bakteri, pasien juga memerlukan antibiotik. "Radang amandel tidak selalu harus dioperasi bila ditata laksana dengan baik," kata Dr. dr. Jenny Bashiruddin, Sp.THT (K), pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Jenny menandaskan hal ini karena tak jarang dokter "main angkat" saja saat menghadapi pasien radang amandel. Ketika pasien dibawa ke rumah sakit, biasanya amandelnya memang kelihatan besar. Makanya kemudian dokter menyarankan operasi. Padahal, kata dokter yang praktik di RS Khusus THT Proklamasi, Jakarta ini, kondisi amandel yang membesar tidak bisa begitu saja dijadikan dasar melakukan operasi.
Pada saat serangan infeksi, wajar kalau amandel membengkak cukup besar karena memang sedang terjadi peradangan. Jika setelah infeksinya diobati ternyata amandelnya mengecil lagi dan pasien kembali sehat, berarti memang amandelnya tidak perlu diangkat. Istilah dokternya, "Belum ada indikasi untuk operasi."
Operasi adalah pilihan terakhir. Tindakan ini hanya direkomendasikan jika amandel telah berubah menjadi sumber penyakit, bukan lagi penangkal penyakit. Pada saat itu, tak ada pilihan lain, amandel harus diangkat.
Amandel dikatakan telah menjadi sumber masalah jika telah menjadi sarang kuman yang menyebabkan infeksi berulang. Ini mirip dengan kondisi perang ketika benteng pertahanan telah dikuasai lawan dan menjadi markas mereka. Maka, pada saat itu, tak ada pilihan lain, benteng harus diserang.
Dalam kondisi sehat, amandel berfungsi menjadi penangkal infeksi. Tapi jika terlalu sering kena infeksi, ia bisa menjadi sarang kuman yang menyebabkan infeksi berulang. Ini bisa dilihat dari seberapa sering pasien menderita infeksi. Jika dalam setahun ia sampai mengalami 5 atau 6 kali infeksi tenggorok parah, berarti memang amandel telah berubah menjadi sumber penyakit.
Kalau si anak langganan infeksi tenggorok parah tiap dua bulan sekali atau bahkan tiap bulan, itu berarti memang telah ada indikasi operasi. Jika kondisi ini dibiarkan saja, pengaruh infeksi bisa menyebar sampai ke organ lain, seperti jantung dan ginjal. Jika pembesaran amandel terjadi bukan karena infeksi yang berulang, maka itu belum merupakan alasan untuk operasi.
Tindakan operasi juga perlu diambil jika amandel membengkak terlalu besar sampai menyumbat saluran napas. Apalagi jika adenoid juga membesar. Kalau tidak dioperasi, sumbatan ini akan menyebabkan anak mengalami kesulitan bernapas dan dikhawatirkan terjadi obstructive sleep apnea(henti napas saat tidur).
Operasi juga direkomendasikan kalau pasien mengalami infeksi telinga tengah yang berulang, infeksi rongga hidung yang kronis, atau radang tenggorok kronis yang disertai dengan napas bau.
Menentukan batas antara perlu tidaknya operasi ini merupakan tahap yang sangat kritis. Jika dokter kurang cermat, bisa saja ia menyarankan operasi padahal sebetulnya tidak perlu. Karena itu Jenny menandaskan perlunya dokter menentukan indikasi operasi ini dengan cermat. Yang lebih menentukan di sini memang pihak dokter. Tapi, seperti biasa, pasien selalu punya hak memperoleh pendapat dokter kedua.
Sekalipun setelah sembuh amandel tetap tampak lebih besar dari ukuran normal, itu tetap bukan indikasi operasi. Pada saat anak tumbuh dewasa, rongga mulut dan tenggorok akan membesar seiring dengan bertambahnya usia sehingga amandel tampak mengecil.
Pada usia 12 tahun, fungsi amandel sebagai benteng pertahanan sudah mulai digantikan oleh sistem imunitas lain (meskipun orang dewasa juga tetap bisa kena radang amandel).
Karena kritisnya masalah operasi ini, tahap yang paling genting adalah ketika dokter menentukan ada tidaknya indikasi operasi. Setiap dokter punya tingkat kejelian yang berbeda. Kalau dokter kurang cermat dan buru-buru menganjurkan operasi, si anak harus kehilangan sesuatu yang sebetulnya tidak perlu terjadi.
Tak jarang sebagian orangtua bersikukuh tidak mau amandel anaknya dioperasi padahal sebetulnya tindakan ini diperlukan. Bahkan, ada pula orangtua pasien yang suuzon dan menganggap dokter hanya mencari keuntungan materi ketika menawarkan pilihan operasi.
Seperti tindakan medis lainnya, pengangkatan amandel dilakukan dengan menimbang risiko dan manfaatnya. Jika amandel tidak diangkat (padahal sudah ada indikasi operasi), pasien bisa mengalami komplikasi yang lebih serius. Amandel bisa menjadi sumber infeksi. Bukan hanya infeksi setempat di tenggorok saja, tapi juga bisa menjalar ke jantung dan ginjal.
Jadi, ada saat amandel harus tetap dipertahankan. Tapi ada saatnya pula amandel terpaksa harus diangkat. Alasannya semata-mata karena risiko dan manfaat.
Karena adanya risiko sakit amandel menjadi alasan operasi, Jenny menegaskan agar orangtua tidak meremehkan radang tenggorok pada anak. Radang tenggorok berpotensi menjadi penyakit langganan kalau pengobatannya "tidak adekuat" (ini istilah di kalangan dokter yang artinya "tidak tuntas"). Pengobatan tidak tuntas bisa disebabkan, misalnya, oleh pemilihan antibiotik yang tidak tepat.
Itu sebabnya orangtua tidak dianjurkan melakukan pengobatan sendiri, misalnya dengan memberikan antibiotik yang pernah diminum anak pada saat sakit sebelumnya (meskipun pada saat itu infeksi sembuh). Kalau sekadar memberikan obat kumur atau obat isap, itu tidak apa-apa. Tapi kalau urusannya sudah menyangkut antibiotik, orangtua harus menyerahkan urusan ini kepada dokter.
Lalu, kapan orangtua harus membawa anaknya ke dokter? Patokannya sederhana, yaitu kalau radang sudah disertai demam dan nyeri tenggorok, terutama saat menelan. Dua gejala ini adalah pertanda bahwa radang disebabkan oleh infeksi. Mayo Clinic memberi panduan yang lebih rinci. Pasien perlu segera ke dokter jika radang tenggorok tidak hilang dalam 48 jam, demam di atas 39oC, dan nyeri saat menelan.
Menurut panduan Mayo Clinic, tindakan operasi perlu diambil jika si anak mengalami infeksi tenggorok parah:
- Setidaknya 7 kali dalam setahun
- Atau, setidaknya 5 kali setahun, dalam rentang 2 tahun
- Atau, setidaknya 3 kali setahun, dalam rentang 3 tahun
Kalau pasien datang ke dokter lebih dini, infeksi bisa segera diobati sebelum menjadi lebih parah. Dengan pengobatan lebih dini, radang amandel diharapkan tidak berkembang menjadi kronis dan bolak-balik kambuh. Dengan begitu, risiko pengangkatan amandel juga bisa diminimalkan.
Setelah pasien sembuh, ia harus menjaga agar penyakitnya tidak kambuh. Caranya, tentu saja dengan menjaga daya tahan tubuhnya karena memang infeksi ini sangat ditentukan oleh ketahanan tubuh. Anak harus makan gizi seimbang, cukup istirahat, juga cukup aktivitas fisik, menjaga higiene (kebersihan), menghindari ketularan teman yang kena infeksi, tidak main hujan-hujan, dan sebangsanya.
Orangtua harus memastikan anaknya menghindari makanan atau minuman yang bisa memicu iritasi tenggorok. Anak-anak tertentu punya tenggorok yang sensitif terhadap es, makanan-minuman yang dingin, atau makanan yang manis seperti cokelat. Jika jenis makanan ini sudah diketahui bisa menyebabkan iritasi tenggorok, orangtua harus menjauhkannya dari si anak. Lebih baik kelihatan sedikit galak daripada membiarkan anak berurusan dengan pisau bedah.
(Sumber: Intisari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar